11 January 2006

Tokoh dan Buku

Pertama kali dimuat di Kompas, Sabtu, 17 Desember 2005

Cara Membaca Bung Hatta

Membaca bagi sebagian orang sudah menjadi bagian hidup. Meutia Hatta salah satunya. Kebiasaan itu diturunkan dari ayahnya, Mohammad Hatta, salah seorang proklamator Indonesia. Namun, tidak semua kebiasaan ayahnya mampu dia ikuti. Meutia bercerita tentang sang ayah yang sangat disiplin saat membaca. Membaca bagi sang ayah tidak boleh sambil tiduran, buku tidak boleh dilipat, tidak boleh dicorat-coret ataupun ditekuk seperti yang dilakukan banyak orang untuk menandai bagian buku.

Ayah selalu mengingatkan, membaca duduk di meja sehingga buku tetap terjaga rapi, ungkap ibu dari Tan Sri Zulfikar Yusuf ini. Bagi Meutia, tidak mudah menjalankan apa yang dipesankan ayah kepadanya. Untuk menyiasati hal itu, dia sering membaca di sofa hingga lebih santai. Pernah satu kali Bung Hatta melihat dia membaca sambil tiduran, langsung saja Meutia ditegur, Tidak boleh seperti itu, kenang Meutia menirukan ucapan ayahnya.

Namun, bukan berarti Meutia lalu menjadi disiplin saat membaca seperti ayahnya. Kebiasaan membaca sambil tiduran tetap saja dia lakukan. Agar tidak diketahui Bung Hatta, Meutia sering membaca di dalam kamar tanpa takut ditangkap basah karena ayahnya selalu mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam kamar. Anak bapak perempuan semua, jadi bapak enggak pernah sembarangan masuk kamar, ujar istri Sri Edi Swasono ini. Kebiasaannya membaca sambil tiduran membuat doktor antropologi Universitas Indonesia ini harus memakai kacamata minus.

Meutia juga mengakui, membaca dan menyimpan koleksi bacaan dengan baik dan rapi adalah kebiasaan yang diturunkan oleh sang ayah. Kini dia menyimpan koleksi buku dan majalah di rumahnya sendiri dan tidak digabung dengan koleksi buku peninggalan Bung Hatta. Itu lebih baik agar buku ayah saya tetap terjaga, ucap Meutia yang mengaku sejak menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan waktu membacanya sangat sedikit. Hingga kini Meutia menjaga dengan baik semua buku peninggalan Bung Hatta, sesuai pesan ayahnya bahwa buku harus dijaga dan disimpan baik-baik. Bagi Meutia, hal itu bukan sekadar menyimpan buku secara fisik saja, Nilai peninggalan orang yang sudah meninggal itu yang saya jaga, ujar pemilik nama lengkap Meutia Farida Hatta Swasono ini. Koleksi Bung Hatta telah mencapai 10.000 buku, yang paling tua terbitan tahun 1850. Kini buku-buku itu disimpan rapi dan menjadi perpustakaan keluarga di wilayah Menteng, Jakarta Selatan. (umi/Litbang Kompas)

Dawam Rahardjo: Saya Memang Maniak Buku

Salah satu kenangan menyakitkan yang masih tersisa dari peristiwa banjir yang merendam sebagian besar Kota Solo pada tahun 1966 bagi ekonom dan intelektual Muslim Dawam Rahardjo (63) adalah rusaknya sebagian besar koleksi buku yang telah ia kumpulkan sejak duduk di sekolah menengah. Ia memang pantas kecewa karena koleksi bukunya waktu kebanjiran itu jumlahnya sudah dalam hitungan ribuan.

Waktu peristiwa banjir bandang Solo itu saya sudah mahasiswa ekonomi di Universitas Gadjah Mada. Setelah peristiwa itu saya mulai lagi membeli buku. Kebetulan ayah saya bermurah hati mau memberi uang untuk membeli buku, tutur Dawam. Kesenangan Dawam membaca dan membeli buku dimulai sejak ia duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA). Saya itu sejak SMA sudah membaca buku-buku sastra Inggris. Biasanya saya beli buku-buku itu di toko buku Budi Laksana yang di Solo itu. Sekali beli bisa sampai puluhan buku, kata Dawam. Di toko buku itu pula Dawam banyak mengumpulkan buku-buku beraliran Marxis. Buku-buku Marxis itu bahasa nya jernih dan bagus, tutur Dawam.

Sewaktu SMA ia lebih banyak mengumpulkan buku sastra dan agama, kemudian setelah kuliah ia mulai membaca dan membeli buku-buku ekonomi, sosial, politik maupun buku-buku kebudayaan. Kegemaran membeli buku ini ia teruskan hingga kini.

Saya memang maniak buku. Ke mana pun saya pergi pasti saya sempatkan beli buku. Pokoknya semua jenis buku bahkan segala macam ensiklopedi yang saya anggap baik dan pilihan pasti saya beli, kata Dawam. Saat ini koleksi buku yang tersimpan di perpustakaan pribadi di rumahnya di kawasan Jakarta Timur sudah mencapai sekitar 15.000 judul buku. Salah satu keinginan yang ingin segera diwujudkan Dawam saat ini adalah membuat perpustakan pribadinya menjadi perpustakaan terbuka agar bisa dinikmati publik. Karena itu, dalam waktu dekat koleksi perpustakaannya akan didigitalisasi. Orangnya sudah ada kok, cuma dia sekarang masih sibuk, jadi perpustakaan digital yang saya idam-idamkan belum bisa terwujud saat ini, Dawam. (WEN/Litbang Kompas)

No comments: