13 January 2006

Representasi Subyek-Subyek Persengketaan Lahan dalam Pemberitaan

Dadi Sudrajat
Abstrak Skripsi S1 Universitas Islam Bandung
Untuk fulltext


Atas dasar epistemologi, perspektif teoretikal, metodologi, serta metode yang mendiami ranah paradigma teori-teori kritis, penelitian yang berjudul “Representasi Subjek-Subjek Persengketaan Lahan dalam Pemberitaan” ini merupakan sebuah studi interpretatif dari tipe analisis wacana yang terutama mengusut bagaimana kekuasaan dipersuasi; bagaimana dominasi serta ketidakadilan yang ada di dalam suatu struktur sosial dijalankan dan direproduksi melalui teks.

Dengan asumsi epistemologis bahwa pemahaman kepada suatu realitas selalu dijembatani oleh nilai-nilai tertentu [value mediated findings], menjadikan tipe analisis wacana yang dipakai di dalam penelitian, yaitu Critical Discourse Analysis, berdiri di atas pendekatan subjektivisme, yang di antaranya mengasumsikan bahwa realitas dan atau pengetahuan sosial tidak memiliki sifat yang objektif, melainkan interpretif. Nilai-nilai itu pula yang lalu menjadi moral concern analisis wacana kritis, sekaligus menjadi dasar aksiologis yang bergerak lewat prinsip-prinsip emansipatoris, kritik, transformasi, ataupun penguatan sosial.

Di dalam kerangka analisis wacana yang dibangun Theo van Leeuwen, skripsi ini mengangkat permasalahan tentang representasi subjek-subjek yang ada dalam lingkaran wacana persengketaan lahan-lahan perkebunan pada pemberitaan di harian umum Pikiran Rakyat, di mana terpusat pada pertanyaan tentang bagaimana masing-masing subjek, petani dan pihak perusahaan pengelola perkebunan, dihadirkan dan digambarkan dalam pemberitaan. Meski demikian, masalah representasi ini bukan hanya penting dari bagaimana subjek-subjek tersebut dihadirkan secara tekstual, tapi juga bagaimana suatu realitas yang dipandang, dimaknai dari perspektif tertentu, lalu dibahasakan lewat kategori-kategori representasional –yang tentu saja inheren dengan perspektif– selalu membawa serta konsekuensi ideologis yang memungkinkan realitas dipahami dalam batasan rasionalitas tertentu.

Sementara konstruksi teks berita mereduksi realitas persengketaan lahan ke dalam konteks kriminalitas, hasil analisis memperlihatkan bahwa di dalam diskursus tentang konflik yang secara struktural-ekonomis bersifat vertikal seperti ini, subjek-subjek yang terlibat dihadirkan secara diametris; antara mereka yang diidentifikasi sebagai subjek yang paling memiliki hak, legalitas atau legitimasi, dengan mereka yang dipandang tidak. Dalam kata lain, subjek-subjek dihadirkan dengan menekankan atas perbedaan atau kontras di antara keduanya; satu subjek, petani, cenderung dihadirkan pada posisinya yang tidak absah, bahkan digambarkan secara buruk dan marjinal, sementara subjek lain, pihak perusahaan pengelola, dengan alasan-alasan yuridis dan legal formal, digambarkan sebagai pihak yang dipandang paling memiliki legitimasi atas lahan-lahan sengketa, bahkan merasa pantas mengundang aparatus represif masuk ke dalam wilayah konflik dan berdiri di belakang mereka.

Dengan cara-cara representasi tersebut, bisa dikatakan bahwa realitas yang dikonstruksi semacam ini bukanlah sekadar proses komunikasi yang merangkum tujuan-tujuan informatif belaka, melainkan sebuah mekanisme ideologis yang di situ kekuasaan mempersuasi kondisi-kondisi status quo, sementara di lain pihak, wacana ketertindasan, perjuangan, dan perlawanan sedemikian rupa dipenetrasikan sebagai sesuatu yang tidak legitimate, yang seakan tidak memiliki dasar pembenar sama sekali.

No comments: