12 May 2008

Berkunjung ke the Corner House

Larry Lohmann dan Nick Hildyard kelihatan begitu bersemangat ketika mereka muncul di gerbang Stasiun Kereta Api Gillingham, Dorset, Jumat sore lalu. Saya yang masih kelelahan setelah pertemuan marathon di kantor Unilever di London, dilanjutkan dengan konsolidasi di kantor Greenpeace Inggris, kemudian lanjut dengan perjalanan kereta api dua jam hingga tiba di Gillingham, hanya bisa menyambut rangkulan hangat keduanya. Dengan Larry saya masih lumayan sering bertemu dibanding Nick. Terakhir kami sama-sama hadir dan aktif di lokakarya Durban Group beberapa hari sebelum Konferensi Perubahan Iklim di Bali dimulai, Desember 2007. Sedangkan Nick, terakhir saya bersama-sama dengan dia kira-kira tahun 2001, di Canada. Dan kunjungan ke kantor mereka, the Corner House, adalah yang pertama buat saya. Masih setengah jam lagi untuk mencapai kantor the Corner House yang melegenda itu di Sturminster Newton, Dorset, dari Stasiun Kereta Api Gillingham.

Kami menyempatkan kongkow di sebuah kedai minum pedesaan, di pinggiran kota Sturminster Newton. Udaranya sejuk, meski sinar matahari cukup menyengat sore itu. Tak lama setelah mendapat meja, yang pertama kali saya lakukan adalah memberi Nick rokok Ji-Sam-Soe, yang ia pesan lewat email. Bahagia sekali dia. Kami duduk di bagian belakang cafe, yang disebut smoking patio.

Larry bercerita tentang roadshow buku terakhirnya, Carbon Trading - Critical Conversation, selama dua bulan di sepanjang Amerika Utara, yang berakhir Februari lalu. Sementara berkisah tentang kemenangan kasus mereka melawan Pemerintah Inggris, terkait korupsi dalam perjanjian perdagangan senjata antara BAE System dengan Saudi Arabia. Meski itu adalah kemenangan besar buat the Corner House dan publik Inggris, tindak lanjut proses hukum oleh Pemerintah Inggris dinilai Nick dan Larry penuh dengan muslihat. Terkejut juga saya mendengarnya. Kok seperti di Indonesia ya?

Larry Lohmann adalah salah seorang pemikir dan penulis yang produktif yang tak lelah membuka mata para akademisi, aktivis serta para internasionalis tentang ketidakadilan global yang semakin hari semakin membahayakan. Hal yang paling dikhawatirkan Larry adalah, proses pembalikan alami, dimana di masa lalu bangsa Eropa begitu agresif menjajah dunia ketiga, di Asia, Afrika dan Pasifik, kini gelombang bangsa Asia, Afrika dan Pasifik ke negara-negara Eropa menjadi semacam karma. Yang jadi persoalan, gelombang aliran populasi itu tak pelak menimbulkan ketegangan sosial, yang membuat rasisme menjadi semakin nyata. Di sela ngobrol di kedai kopi di seberang the Corner House, saya menanyakan, apakah dia sadar bahwa tempat dia tinggal ternyata semuanya kulit putih. Sehingga saya sering kagok ketika memasuki tempat-tempat publik diikuti pandangan mata heran orang-orang di sekitar. Larry hanya tersenyum simpul.

No comments: