31 March 2008

Kekerasan? Keras-Kerasan? Kerasan?

Kekerasan itu bisa ditafsir terlalu keras. Iya kah? Tapi ia sudah menjadi idiom umum aktivis masyarakat sipil di Indonesia sebagai padanan kata dari Bahasa Inggeris, violence. Tapi jadi berbeda ketika mendengar, "Eh, suaraku kekerasan ya?" Coba... Rumit juga.

Sering saya berpikir, apakah kekerasan versi para aktivis itu adalah sebuah kata tersendiri, atau ia kata berimbuhan dan berakhiran? Jika ia adalah sebuah kata dengan makna violence (Bahasa Inggeris), jelas ia tidak dibentuk oleh kata dasar keras. Tetapi jika ia adalah yang kedua, maka kedudukannya lebih kurang sama dengan kemalaman atau kelaparan dan sebagainya.

"Tindak kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian..." Begitu saya baca kepala berita di sebuah koran harian Jakarta. Hmm, apakah itu bermakna bahwa aparat bertindak terlalu keras, atau aparat kepolisian telah melakukan tindak kekerasan (act of violence)? Bisa jadi kedua-duanya adalah tafsir kalimat tersebut. Hehehe...

Bagaimana dengan keras-kerasan? Ah itu jelas hal berbeda. Keras-kerasan bolehjadi setara dengan kuat-kuatan atau lapar-laparan, yang menggambarkan situasi persaingan. Eh, mana ada orang bersaing adu lapar? Bolehjadi ada. Namanya juga Indonesia. Negeri serba mungkin...

"Pasangan muda di apartemen no 1807 itu bertengkar hebat. Juga pasangan tak menikah di sebelahnya. Kedua pasangan itu keras-kerasan bertengkar. Heboh betul...."

Intinya kekerasan (untuk makna yang mana pun) dan keras-kerasan menggambarkan sesuatu yang keras.

Namun, bagaimana dengan kerasan? Ia bisa punya dua tafsir. Kerasan sebagai serapan kata asal Bahasa Jawa, yang artinya betah (halaah ini juga serapan dari Bahasa Jawa, gimana nih?), dan yang kedua sebagai ungkapan dari Bahasa Betawi atau bahasa pergaulan di kota-kota Jabodetabek (the Greater Jakarta), yang kerap digunakan untuk meminta supaya lebih keras lagi.

"Kerasan dong pukulannya.... Capek nih mungut bola di depan net terus-terusan...." Keluh Lim Swi Kee, pemain tangkis bulu, kepada Tauke Hidayat.

Tapi ia jadi berbeda kalau memperhatikan, "Bagaimana, kerasan tinggal di gubuk kami yang AC-nya cuma 1/2 PK ini?"

Hebatnya, saya jarang mendapati orang salah paham. Hebat juga ya. Atau saya saja yang kurang kerjaan memikirkan hal-hal yang seharusnya tidak perlu dipikirkan (taken for granted)?

30 Maret 2008

No comments: